DIBALIK POKERMU
20.02 | Author: CORPS BRIBU
Oleh. Fajar Wahyu Widodo*

Tahu tidak, hari ini saya lagi boring.mau makan tapi tidak ada rasa lapar yang menyerang seperti biasanya. Mau tidur tapi tidak nagantuk. Saya jadi bingung sendiri dengan kondisi yang saya alami. Saya lagi pusing berat. Padahal tadi malam saya baru tidur jam 12 malam. Bukannya apa-apa, tapi tadi malam itu, ada teman yang ngajak saya main poker. Tapi tetap saya yang jadi pemenangnya. Itulah kenapa kalau saya di kos-kosan sering dipanggil si raja poker (Good Of Poker). Sampai saat ini dan detik ini belum ada yang bisa menandingi kedigdayaan saya dalam bidang perpokeran.
Tapi yang jelas, dalam tulisan ini saya tidak akan berbincang masalah kemampuan eksistensi saya dalam bidang perpokeran yang sudah tersohor di seantero gang tempat saya bermukim. Selama ini, poker bagi saya bukanlah segala-galanya dan juga bukan menjadi tujuan utama dalam hidup. Poker hanyalah jadi selingan diantara ruetnya sejuta masalah yang merundung anak kos-kosan. Selingan yang tidak terlalu penting. Namun, poker akan menjadi sesuatu hal yang penting dan menghasilkan manfaat, jika diselipkan sedikit diskusi di dalamnya. Nampaknya hal itu sering kami lakukan bersama dengan teman-teman geng saya. Biasanya kami berbincang dengan topik berfariasi, yakni masalah agama, politik, filsafat, sampai masalah cinta. Namun masalah yang kami bahas tadi malam agaknya berbeda dengan tema bahasan kami selama ini.
Tema kehidupan. Tema inilah yang tiba-tiba muncul di permukaan awal diskusi kami. Awalnya teman saya melontarkan sebuah permasalahan dalam hidupnya. Permasalahan yang selama ini membuat tegang seluruh urat saraf otaknya. Saya faham betul kenapa teman saya sampai sebegitu bingungnya dengan permasalahannya. Teman saya yang satu ini memang unik dinandingkan dengan teman yang lainnya. Dia tidak akan berhenti berfikir dan mencari jawaban dari setiap masalah dalam kehidupannya. Permasalahannya menurut saya sepele saja. Namun karena teman saya ini selalu terbiasa dengan gaya berfikir mendalam, jadi dia lupa pada pola berfikir permukaan (sederhana). Mungkin dia lupa bahwa tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan cara berfikir mendalamnya. Ada kalanya sebuah masalah justru bisa diselesaikan denagan cara berfikir sedethana. Tentunya kita masih ingat dengan cerita peletakan hajar aswad ke tembok kakbah. Bukankanh permasalahan ini adalah permasalahan yang bagi suku kuraish. Masalah yang sempat membuat adu jotos. Tetapi masalah ini justru dapat diselesaikan dengan mudah oleh seorang pemuda bernama Muhammad dengan cara berfiir sederhana.
Bukankah ada pepatah “gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tapi kuman diseberang kelihatan”. Gajah dan kuman di sini saya posisikan sebuah alternatif solusi dari sebuah permasalahan. Sayangnya teman saya sudah terbiasa untuk mengambil kuman tadi dari pada gajah yang ada di dekatnya sebagai alternatif solusi dari permasalahannya. Padahal ketika tenman saya ingin mengambil kuman sebagai alternatif solulisi permasalahannya, maka dia harus puluhan kilo meter untuk meraihnya.
Saya pikir (firus) cara berfikir seperti ini telah merambah sebagian besar kaum intelektualitas kita. Tak terkecuali intelektual yang duduk di jajaran birokrasi bangsa ini. Mereka sering melihat jauh keluar untuk menyelesaikan masalah-masalah di negeri ini. Padahal masalah-masalah yang ada di Indonesia jauh berbeda dengan masalah negara lain. Indonesia memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lainya. Dengan pola seperti inilah lahir kebijakan-kebijakan yang tidak relevan, berpijak, dan tidak berpihak pada kemaslahatan rakyat. Sekarang kita ambil contoh dalam bidang pendidikan. Selama ini, kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia lebih merujuk pada pemikir-pemikir dari luar. Khususnya bangsa barat. Seperti aliran Nativisme, Empirisme, natiralisme, konfergensi, kognitifisme, behaviorime, konstruktifisme, dll. Selain itu kita kita juga sering mengambil teori-teori dari John Lock, Imanuel khan, Plato, Sokrates, Hegel, Aristoteles, dll.
Padahal belum tentu aliran dan pemikiran mereka bisa diterima oleh bangsa ini. Pasalnya, kebiasaan dan kebudayaan barat sangat jauh berbeda dengan sosio kultural bangsa indonesia. Apa jadinya kalau sebuah sistem atau pemikiran yang tidak relevan kemudian dikonfrontasikan dengan sebuah tatanan nilai luhur yang sudah berakar di indonesia?. Bukan tidak mungkin akan terjadi Sistem Of Chaos. Sudah saatnya kita berani untuk membuah sebuah Counter Coultur. Membuat arus perlawanan.
Selama ini memang sering banyak terjadi benturan konsep kelokalan dan konsep keglobalan. Para penganut konsep keglobalan menginkrarkan”budaya dunia adalah warisan kami”. Sejak itulah warisan budaya lokal menjadi sebuah tradisi kecil dan termarjinalkan dalam pendidikan Indonesia. Pendidikan merupakan potret telanjang dari bangsanya. Pengetahuan lokal yang berakar pada nilai-nilai kebudayaan tentang fakta lokal seharusnya menjadi trendsetter dengan mengangkat pengalaman-pengalaman otentik lokal. Inilah yang seharusnya diangkat oleh pemerintah, kemudian dijadikan sebagai sebuah pijakan dalam menentukan kebijakan.
Berpijak pada penggolongan intelektual Edward Silhs, apakah pemikir-pemikir yang berkecimpung dalam dunia pendidikan kita tergolong intelektual produktif, reproduktif, dan konsumtif?. Intelektual produktif merupakan intelektual otentik yang membangun pemikirannya sendiri atas fakta zamannya, yang belum ditemukan oleh intelektual manapun. Intelektual reproduktif adalah intelektual yang melahirkan teori-teori dari pemikiran kaum intelektual produktif. Sedangkan intelehtual konsumtif adalah intelektual pemakai dari intelektula produktif maupun reproduktif. Eksistensialisme pendidikan Indonesia seharusnya berorientasi pada paradoks produktif. Kalaupun itu tidak bisa, reprodutifpun jga tidak apa-apa. Aslakan dengan mempertimabangkan ke Indonesia an kita. Posmodern Amerika dan Eropa, seharusnya berbeda denga posmodernisme Indonesia. Kareana historis (fakta sejarah) lokalnya jauh berbeda. Hal yang paling berbahaya adalah ketika kaum konsumtif berada di sistem pendidikan Indonesia yang akan melahap pemikiran global secara leterlek tanpa adanya kritik.
Bukankah presiden pertama kita Ir. Soekarno pernah berkata JASMERAH jangan sampai melupakan sejarah. Karena sejarah sendiri merupakan fakta masa lalu kita. Ini berarti untuk menjadi bangsa besar, tangguh, dan memiliki survivle, kita wajib untuk tidak melupakan sejarah negara kita sendiri. Apakah kita lupa dengan Ki Hajar Dewantara dengan sistem among dan taman siswanya. Apakah kita sudah lupa pada Kuncoraningrat, Agus Salim, Ahmad Dahlan, Hasyim Asyari, dll. Padahal mereka telah bersusah payah melahirkan pemikiran dan teori yang berasakan pada kearifan budaya lokal demi kemajuan bangsa Indonesia. Namun kita sebagai generasi penerusnya, justru menelantarkan dan membuang jauh pemikiran-pemikiran mereka. Justru ketika kita mmau mengambil dan merujuk pada teori-teori bangsa sendiri, akan menghasilakn dinamisasi pendidikan. Karena teori-teori sendiri merujuk langsung pada tatanan nilai dan sosiokultur kita sebagai bangsa Indonesia. Sudah sepantasnya kita mendengungkan pendidikan yang berbasis kearifan budaya lokal.
ANTARA KELINCI, JERAPAH, DAN CINTA
19.32 | Author: CORPS BRIBU

Saat membaca judul dari tulisan ini, tentunya ada seribu. Bahkan jutaan pertanyaan yang terselip dalam benak anda. Apa hubungannya kelinci, jerapah, dan cinta? Kalaupun ada, dimanakah saya bisa menemukan hubungannya? Apakah saya perlu mencari kelinci dan jerapah, kemudian berdialog dengan mereka seputar cinta?. Saya yakin, di dalam benak anda sekarang sedang berusaha, atau bahkan memaksakan interpretasi untuk mengkorelasikan hubungan (afair) antara kelinci, jerapah, dan cinta. Wajar saja jika hal itu pada diri anda. Anda kan seorang pemikir sejati. Bahkan hal-hal yang sekiranya tidak perlu anda pikirkan pun anda pikirkan. Memang anda ini kurang kerjaan. Tapi bagi saya pribadi, berfikir itu penting. Sangking pentingnya, dalam Usul Fiqih, ada sebuah kaidah yang menyatakanAttafkir qoblal amalberfikir sebelum bertindak. Sejalan dengan itu, Sokrates juga pernah berkoarAku berfikir maka aku ada”.
Dengan berfikir kita bisa menunjukan eksistensi kita sebagai khalifah di muka bumi. Menurut sokrates, untuk menunjukkan eksistensi sebagai manusia yang bercipta, karsa, dan karya, fikiran dapat dimanifestasikan dalam bentuk karya berupa tindakan verbal maupun nonverbal. Bahkan adanya tindakan kejahatanpun berasal dari sebuah manifestasi sebuah pemikiran (menyimpang). Berarti, kalau pada saat itu Sokrates tidak berfikir, maka bukan tidak mungkin sokrates tidak akan ada di dunia yang fana ini (sok puitis) he...... Saya pribadi setuju dengan statmen yang dilontarkan eyang Sokrates. Manusia tanpa adanya sebuah proses berfikir berarti sama saja dengan sebuah jasad tanpa nyawa alias mati. Sejatinya hidup ini adalah untuk berfikir agar bisa suvive dan bisa meminimalisir segala macam masalah yang berbenturan dalam hidup. Kalau anda sekarang masih menyempatkan diri untuk berfikir, atau setidaknya melamun lah, berarti ada tanda-tanda kehidupan masih bersemayam dalam jasad anda. Selamat anda masih hidup!!!!!.
Lho...kok jadi cerita masalah fikiran sih???? Pasti gara-gara anda nich....!!!
Kembali pada substansi permasalahan. Jika anda ingin mencari hubungan kelinci, jerapah, dan cinta, tidak perlu repot-repot plesir ke kebun binatang segala. Belum tentu ketika sampai di kebun binatang anda dapat berjumpa dengan jerapah dan berdialog dengannya. Pasalnya, hampir semua kebun binatang yang terdapat di seantero penjuru Indonesia keadannya memprihatinkan. Bahkan menurut kabar dari berbagai media masa, menuturkan bahwa, banyak koleksi binatang yang telah mangkat. Saya jadi miris. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan, anda cukup membaca dan memahami esai ini. Saya jamin, anda akan mendapatkan jawabannya. Kalupun anda belum paham juga, segera hubungi dokter terdekat. He...he....he......
Jadi ceritanya seperti ini. Pada suatu hari, di sebuah padang savana nan jauh disana, hiduplah seekor kelinci putih, lucu, dan imoet (kayak aq gitu...). Saat itu, situasi dan kondisi padang savana sedang memprihatinkan. Hali ini dipicu karena tidak adanya hujan yang membasahi setiap helai daun dari tumbuhan. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan kelinci bingung bukan kepalang. Hampir hampir di setiap sudut savana tidak ada lagi rumput yang enggan untuk tumbuh. Semua rumput kering kerontang memudarkan zat klorofilnya. Sehingga tak laik makan lagi. Dalam kondisi seperti inilah kemudian sang kelinci bermunajad pada Ilahi, Tuhan semesta alam, sang penguasa jagad raya. Kelinci menengadahkan kedua tangannya menjulang keatas langit. “Tuhan, kenapa hidup hamba seperti ini. Hamba merasa selama ini kesulitan selalu bersandar dan brduyun-duyun menghampiri hamba. Coba bayangkan Tuhan keadaan hamba sekarang, untuk mendapatkan sesuap rumptpun, hamba perlu mencari seharia. Tak jarang pula hamba butuk wakti satu hari, dua hari, bahkan tiga hari untuk mendapatkannya. Apakah ini ujian, cobaan atau laknat dariMU. Hamba sadar selama ini hamba selalu terlena dan seringkali lupa untuk bersyukur kepadaMU. Tapi, mulai sekarang hamba akan berjanji akan menancapkan rasa syukur atas nikmatMU kedalam hati hamba. Tuhan kabulkanlah permintaan hambaMU.... amin.... .
Kelinci berharap Tuhan akan mengabulkan doanya dan memberikan rumput yang diinginkannya. Kelinci menunggu dan terus menunggu sambil memegangi perut yang semakit melilit. Penungguan kelinci terus berlanjut. Satu jam, dua jam, dan ahirnya tiga jam telah berlalu. Namun permintaan kelinci tidak kunjung tiba juga. Si kelinci tiba-tiba merasa dongkol kepada Tuhan yang tidak mengabulkan doaannya. Setelah menunggu selama empat jam, datanglah seekor jerapah. Rasa kesal dan marah pun tiba-tiba menyeruak begitu saja jauh di dalam palung hati kelinci. Kenapa yang datang justru jerapah jelek ini? Kata kelinci. Sang jerapahpun menghampiri kelinci dan berujarapa yang engkau lakukan disini sobat kecil?”. “aku lapar dan sedang menunggu pertolongan dari tuhan”. “peretolongan apa yang sedang engkau tunggu?”. “aku menunggu kiriman rumput, aku sudah tidak makan selama dua hari”. Melihat kondisi kelinci yang mengenaskan, jerapah menawarkan bantuan kepadanya. Jerapah meminta kelinci untuk naik ke atas kepalanya. Kelinci diajak menelusuri padang savana oleh jerapah. Tiba-tiba langkah jerapah dihentikan oleh pohon besar. Jerapah menyuruh kelinci untuk memakan daun-daun yang ada pada dahan pohon. Namun kelinci urung untuk memakan daun dari pohon. Dalam hati kelinci berujaraku ingin makan rumput..!!!!. setelah beberapa penawaran dari jerapah ditolak oleh kelinci, jerapah menurunkan kelinci keatas tanah. Jerapah berlalu meninggalkan kelinci tanpa sepatah kata. Sedangkan kelinci masih dalam kelaparannya. Tamat....!!!!.
Lho.... kok tamat????. Katanya mau ngasih tahu hubungan kelinci, jerapah dan cinta???. Sabar dulu atuh.... yang tamat kan ceritanya. Namun pembahasan akan tetap terus berlanjut. Jadi begini (sok serius), setelah saya melihat, mengingat , dan menimbang, maka saya memutuskan bahwa cerita di atas hanya gambaran dan analogi belaka. Sekarang yang akan kita bahas adalh esensi nilai dari cerita tersebut.
Saudara-saudara yang saya hormati, seringkali kita salah kaprah dalam melakukan pemaknaan terhadap kata cinta. Kesalahan dalam interpretasi terhadap makna cinta, akan brbuntut pada salah tafsir terhadap unsur-unsur yang bernaung dibawah ranah cinta, baik itu secara eksplisit maupun implisit. Salah satu unsur cinta yang akan saya bahas adalah unsur jodoh. Sadr atau tidak sadar, selama ini kbanyak orang salah tafsir terhadap makna konsep jodoh.
Memang benar, ketika masih dalam kandunagan, ada tiga takdir yang dilekatkan pada kita bersamaan dengan ditiupkan nyawa dalam jasad janin. Takdir rizki, kematian, dan jodoh. Konsep jodoh sendiri diejawantahkan oleh Tuhan, melalui salah satu firmannyatelah aku ciptakan kalian secara berpasang-pasangankurang lebih seperti itulah firmanNYA. Firman ini bukan berarti dalam mencari jodoh, manusia bukan hanya berpangku tangan saja. Dengan apologi bahwasannya, setiap manusia sudah ada jodohnya, sehingga tinggal duduk manis dirumah saja. pemikiran seperti ini akan berkontradiksi dengan fiman Tuhan yang lainnyaAku tidak akan merubah nasib suatu kaum, sebelum mereka mau merubah nasibnya sendir”. Dari sisni jelaslah, bahwa untuk mendapatkan sesuatu, manusia harus berusaha dan berbuat sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing. Sama saja dengan jodoh. Saya pikir jodoh itu harus dicari dan dikejar. Jodoh itu ibarat bola. Untuk mencetak sebuah gool, bola harus dijemput terlebih dahulu kemudian baru kita arahkan untuk ditendang ke arah gawang. Hal ini sama saja dalam jodoh. Untuk mendapatkan jododoh, kita harusmenjemputnya”.
Hidup ini tidak sertamerta 100% dimonopoli oleh Tuhan semata. Namun kita juga memiliki andil dan ranah yang kita kuasai untuk menentukan lakon hidup kita. Pun denga jodoh. Kembali pada cerita di atas, saya memposisikan kita dalam lakon kelinci putih. Seperti kejadian yang dialami oleh kelinci. Kitapun sering mengalaminya, sadr atau tidak sadar tentunya. Kadang ketidak sadaran itulah yang membawa kita kearah persepsi keliru. Terkadang dalam doa, kita selalu berharap dipertemukan jodoh dengan spesifikasi yang mulk-muluk dan super perfeksionis. Sehingga kita menjadi gelap mata dan selalu mempersalahkan Tuhan. Kenapa Tuhan tidah mengabulkan doa saya?. Sebenarnya Tuhan selalu menjawab doa kita. Namun seringkali harapan dan keinginan kita selalu membuat buta mata kita. Kita sering tidak sadar, bahwa Tuhan telah menawarkan banyak alternatif jodoh pada kita. Namun kita juga sering tidak melihat alternatif penawaran tersebut. Alternatif yang sebenarnya justru lebih baik dari harapan dan keinginan kita. Memamng logika bumi, itu jauh berbeda dengan logika langit. Dan yang paling penting, Tuhan tidak pernah salah pilih. Buka mata anda, dan lihatlah Tuhan telah mengirimkan jodoh kita melalui jerapah yang diselipkan pada oarang-orang di dekat kita. Bisa teman kampus, teman main, atau bahkan rival.