Cerita ini hanyalah fiktif belaka.
Apabila ada kesamaan tempat, nama, tokoh, dan alur cerita, itu hanya kebetulan belaka dan tidak ada rekayasa.
Apabila ada kesamaan tempat, nama, tokoh, dan alur cerita, itu hanya kebetulan belaka dan tidak ada rekayasa.
“Assalammu alikum wr.wb… “ dengan diiringi gerakan kepala imam ke kanan dan ke kiri tanda Sholat subuh, pagi itu berahir.
“Allahu akbar”. Tiba-tiba takbir itu keluar dari arah Tejo dengan diiringi gerakan bangun dari duduk tasyahud. Sontak kelakuan Tejo ini membuat kaget dan heran seluruh jamaah sholat subuh di masjid. Tak terkecuali sobat akrab Tejo sejak kecil. Paimin namanya. Paimin agak mengernyitkan dahinya (tanda keheranan).
Paimin tidak menyangka sobatnya akan melakukan hal ceroboh dan sedungu itu. Pasalnya Tejo menambah satu rakaat lagi setelah imam mengucapkan salam tanda sholat subuh selesai. Padahal Tejo sama sekali tidak masbuk (ketinggalan rakaat sholat subuh). Jadi, pagi itu Tejo melakuakan sholat subuh dengan tiga rakaat. Dengan penuh keheranan
Paimin mendekati Tejo untuk mencari tahu tentang kelakuan temannya itu. “jo, apa yang kamu lakukan? Kok kamu sholat subuh tiga rakaat sih?” tanya Paimin kepada temannya. “gini min, aku melakukan ini bukan berarti tidak punya alasan yang jelas”. Paimin semakin bingung saja dengan jawaban dari Tejo. “maksud kamu apa sih jo, aku gak ngerti? Kamu ini selalu mbulet kalau diajak ngomong”. “jadi gini min, sholat subuh itu kan sesuatu yang baik, tapi kenapa cuma dilakukan dua rakaat? Padahal kalau seseorang ingin melakukan sebuah kebaikan kan gak ada batasannya. Nah, daripada itu, aku punya inisiasi untuk menambah menambah rakaatku. Biar kebaikan yang aku lakukan bertambah kelipatannya dan pahalanya menjadi banyak. Bukan begitu to min??”. “dasar wong gemblung….!!!!!!!” Sahut paimin.
Memang cerita diatas hanyalah sebuah cerita fiktif belaka, entah kejadianya pernah berlangsung atau tidak. Namun, di balik kelucuan cerita ini, ada sebuah ibroh (pelajaran) yang bisa kita ambil. Bukan hanya sholat saja yang pengerjaannya harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada agar bisa dinilai menjadi sebuah ibadah. Amalan apa saja bisa menjadi ibadah jika diirngi dengan tiga hal
Pertama, amalan yang kita lakukan harus sesuai dengan aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah. Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai kitab suci, pandangan hidup, dan tuntunan hidup bagi umat muslim diseluruh dunia dari sejak awal turun sampai kapanpun. Sedangakan As-sunah merupakan segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW. As-suanh sendiri terbagi menjadi beberapa bagian:
1. Sunah Fi’liyah
Merupakan sunah yang keluar dari perbuatan dan tindak laku Nabi Muhammad SAW.
2. Sunah Qauliyah
Merupakan sunah yang berasal dari seluruh ucapan Nabi Muhammad SAW.
3. Sunah Takririyah
Yaitu diamnya Nabi Muhammad saat melihat tindakan dari sahabat. Contohnya diamnya Nabi waktu melihat salah satu satu sahabat yang memakan daging biawak. Ini berarti daging biawak boleh dimakan oleh orang Islam.
4. Sunah Hammiyah
Cita-cita nabi yang belum terlaksana. Dalam hal ini adalah puasa pada tanggal 9 Muharram.
Jadi seluruh amalan yang kita perbuat dengan atas nama ibadah, tapi tidak diiringi dengan perintah dari Al-Qur’an dan As-sunah adalah perbuatan yang sia-sia belaka dan bisa jadi tertolak hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW: Barang siapa melakuakan amalan yang tidak ada perintah dariku, maka amalnya tertolak.
Kedua, niat yang benar. Niat yang benar juga akan brimbas pada amalan yang akan dan telah kita perbuat. Niat tidak hanya secara lisan, tetapi juga harus diiringi dengan ketetapan hati. Sebagaimana sabda Nabi: Segala sesuatu tergantung pada niatnya. Ini berarti, kita tidak boleh menyalahgunakan arti dari niat.
Ketiga, agar seluruh amalan kita diterima harus diiringi dengan keikhlasan. Ikhlas berarti kita nelakukan amalan semata-mata karena Allah tanpa ada embel-embel apapun. Ikhlas sendiri tidak selamanya berarti sebuah kerelaan hati untuk menjalankan perintah Allah tanpa adanya tendensi. Kadangkala, sebuah keihlasan juga harus diiringi dengan paksaan. Hal ini juga sering kiata alami. Contohnya saja, saat adzan sholat subuh berkumandang, dengan sedikit memaksakan diri kita rela pergi kemasjid untuk sholat berjama’ah. Karena konteks kikhlasan disini dibenturkan pada konteks kewajiban.
Agar ibadah kita senantiasa berada dalam koridor Isalm yang benar, tentunya kita harus sering-sering belajar dan mengkaji hukum-hukum Islam yang ada. Hanya dengan itulah kita akan selalu terjaga dari tindakan yang keliru.
0 komentar: